Selasa, 18 September 2012

If tomorrow never comes

Percaya ga percaya, manusia itu jarang memaknai arti hidupnya. Iya, berapa kali sih kita bertanya " untuk apa aku hidup? " "aku hidup punya tujuan apa? Punya strategi apa? ". Hidup sering diartikan sebagai sebuah perjalanan apa adanya. Ditugaskan Tuhan untuk bangun dari tempat tidur di pagi hari setelah tahu kita masih bernafas. Apa hidup hanya untuk sekedar itu?
Pencapaian tujuan sering menjadi penilaian kualitas hidup. Kenikmatan menjalani hari di dunia yang tanpa sadar menjadi tujuan tersebut. Tapi apa definisi dari "menikmati hidup" sebenarnya? Manusia malah lebih sering menjadi "take it for granted" sambil diiringi lagu "Esok kan masih ada".
Tapi, pernah memahami, how if tomorrow never comes?

Ini bukan tentang ambisiusitas atau terburu-buru lalu kemudian gegabah. Ini bercerita tentang kenaifan manusia yang berharap hidup akan selamanya, menunggu akhir bahagia, dan mati dalam senyum karena telah tenang aman damai dan sentosa menjalani hidup. Bukannya tidak bersyukur tapi pernahkah bersyukur dengan cara yang lain?

Gimana sih kalau besok tidak pernah ada? Dan kita terlalu terlena di dunia. Menghindari masalah dan menyerahkannya kepada Tuhan tanpa usaha. Bagaimana jika besok tidak pernah ada dan sepasang kekasih yang senang bertengkar belum mengucap bahwa sesungguhnya mereka saling cinta apapun bentakan yang ada? Bagaimana jika besok tidak pernah ada dan seorang sahabat belum pernah mengaku bahwa hubungan dengan sahabat lawan jenisnya lebih dari itu? Bagaimana jika besok tidak pernah ada dan kita telah meninggal tanpa seucap kata maaf? Bagaimana jika besok tidak ada dan seorang anak belum berterimakasih kepada orangtuanya?